GEREJA YANG TEGUH DAN YANG MENANG
Belajar dari Kitab Wahyu Bagian (2)
Setiap pengikut dari suatu komunitas tertentu dimana pun
ditemukan akan diperhadapkan dengan pilihan-pilihan dan dituntut untuk
memberikan sumbangsih terhadap komunitas dimana seseorang menggabungkan diri.
Tidak jarang pengikut suatu kelompok tertentu berada dalam dilema oleh karena
kesulitan untuk mengambil keputusan atas pilihan-pilihan yang ada.
Pilihan-pilihan yang dimaksud adalah berhubungan dengan kejelasan identitas
seseorang sebagai pengikut suatu kelompok. Kesulitan lebih besar dialami oleh
mereka yang tidak mau menggabungkan diri dengan suatu kelompok dan biasanya
dialami oleh kelompok kecil (minoritas) dalam suatu lingkungan kemasyarakatan.
Tidak jarang juga ditemukan bahwa pengikut suatu kelompok “hidup munafik” dalam kelompoknya. Dimana pada dasarnya seseorang itu
tidak bersungguh-sungguh menjadi pengikut kelompok tertentu tetapi juga tidak
mau menjadi kelompok oposisi dari suatu kelompok yang lebih besar. Mencari
“rasa mana” adalah pilihan tepat bagi kepribadian semacam ini.
Fakta demikian kita temukan dalam kehidupan gereja
mula-mula. Orang Kristen pada masa awal dengan jelas membedakan diri dari orang
non-Kristen. Berada di kelompok yang terpisah, tersendiri, dan menjadi kelompok
yang dianggap memberontak. Pendirian ini memiliki konsekuensi dalam kehidupan
sehari-hari dengan tingkat yang berbeda-beda. Salah satu sumber yang
mengungkapkan keadaan demikian adalah Kitab Wahyu. Kitab Wahyu memberikan
informasi tentang konsekuensi yang dihadapi orang Kristen atas iman mereka
kepada Yesus Kristus. Dalam ulasan singkat ini akan dijabarkan tentang sukacita
yang disampaikan Kitab Wahyu kepada Gereja Tuhan dalam dunia ini.
A. Latar Belakang
Kontemporer Kitab Wahyu
Kitab
Wahyu ditulis di Asia Kecil menjelang akhir abad pertama sekitar tahun 95-96
M., ketika itu Asia Kecil (negara Turki sekarang) berada di bawah kekuasaan
Romawi. Gereja yang ada dalam wilayah ini berada dalam konflik dengan dua kubu
yaitu kubu Yahudi dan lingkungan kehidupan Yunani-Romawi. Jadi, Sitz im
Leben jemaat di mana kitab ini ditujukan, dipengaruhi oleh
hubungan-hubungan mereka dengan kedua kelompk tersebut.[1]
Pertama, yang harus diperhatikan adalah
hubungan para pengikut Tuhan dengan orang Yahudi. Dalam Kitab Wahyu ditemukan beberapa
ungkapan-ungkapan yang mengindikasikan bahwa ketika Kitab Wahyu ditulis, orang
Kristen berada dalam konflik dengan orang Yahudi. Dalam Wahyu 2:9 orang Yahudi
disebut sebagai “jemaah iblis” (2:9) dan Wahyu 3:9: “jemaah iblis, yang menyebut
dirinya orang Yahudi”. Perlu difahami bahwa konflik antara orang Kristen dengan
orang Yahudi telah terjadi jauh sebelum penulisan Kitab Wahyu yaitu sejak awal
gerakan kekristenan muncul. Penganiayaan yang dilakukan oleh Saulus sebelum ia
mengalami pertobatan di jalan menuju Damsyik (Kis. 9) membuktikan adanya
konflik ini sejak semula. Konflik tersebut semakin tajam ketika orang Kristen
menolak untuk bergabung dengan orang Yahudi dalam perang melawan Romawi pada
tahun 66-70, yang mencapai puncaknya pada kehancuran Bait Suci dan Kota
Yerusalem yang mengakibatkan orang Kristen ditolak dari sinagoge.
Hal
ini memperburuk posisi orang Kristen pada waktu itu. Sebab kehadiran orang
Kristen dalam lindungan Agama Yahudi, memberikan kebebasan untuk menjalankan
berbagai aktifitas religius, sosial, politik, dan ekonomi. Hal-hal tersebut
merupakan perlakuan khusus bagi Agama Yahudi dari pemerintah Romawi karena
dianggap sebagai agama yang resmi. Karena tidak mendapat perlindungan yang
demikian, orang Kristen akhinya menerima perlakuan yang semena-mena. Tidak
sedikit fitnah yang dilemparkan orang Yahudi kepada orang Kristen sehingga
mengalami penganiayaan sebagai wujud dendam terhadap orang Kristen.
Kedua, gerakan kekristenan mula-mula tidak
hanya berinteraksi dengan komunitas-komunitas Yahudi. Seiring penyebarluasan
kekristenan yang bersifat trans-budaya dan suku bangsa, kekristenan tidak punya
pilihan dan harus berhadapan dengan bangsa-bangsa dari latar belakang penyembah
berhala (paganisme). Penyembahan
berhala telah menjadi ciri kehidupan sosial masyarakat Yunani-Romawi yang mempunyai
dampak serius dalam jemaat mula-mula. Ada dua bentuk paganisme yang digambarkan
dalam Kitab Wahyu:
- Penyembahan Berhala
Beberapa
sebutan-sebutan yang menunjuk bahwa pengaruh paganisme sangat kuat dalam jemaat
mula-mula terutama di Asia Kecil. Hal ini terdapat dalam pasal 2-3 seperti:
“jemaah setan” (2:9; 3:9), “takhta setan” (2:13), “perzinahan” (2:14, 20), dan
makan “persembahan berhala” (2:14, 20). Ketujuh kota yang menjadi alamat surat
Yohanes ini adalah pusat komersial dan sekaligus pusat penyembahan berhala.
- Penyembahan Kaisar (The Imperial Cult)
Dalam
kekaisaran Romawi, seorang kaisar dianggap sebagai dewa atau yang ilahi. Pada
mulanya hal ini dilakukan kepada para pahlawan dalam dunia helenistis yang
telah gugur. Pahlawan yang telah mati dianggap berubah menjadi dewa atau ilahi.
Hal tersebut kemudian diadopsi oleh orang Romawi untuk diterapkan kepada
kaisarnya baik ia hidup maupun mati. Perbuatan demikian merupakan kejijikkkan bagi
orang Kristen yang ada di Asia Kecil dan juga bagi orang Yahudi. Bagi orang
Kristen hal ini menjadi masalah bukan saja hanya bertentangan dengan Firman
Tuhan, tetapi karena hal tersebut menjadi kriteria untuk mementukan kesetiaan
mereka kepada negara atau kepada Yesus. Menyembah kepada Kaisar atau menyembah
kepada Yesus. Menyembah kepada Kaisar berarti menyangkal Yesus sebagai
satu-satunya yang layak disembah. Menyembah kepada Yesus dan sekaligus
menyembah kepada Kaisar adalah sinkretisme. Menyembah Yesus tanpa melakukannya
untuk Kaisar, taruhannya adalah nyawa.
Penjelasan di atas cukup memberikan
bukti akan keadaan orang Kristen yang begitu sulit. Diperhadapkan dengan
pilihan-pilihan yang sulit. Dalam situasi yang demikian, Kitab Wahyu dalam
beritanya hadir bagai “mata air yang mengalir mengairi padang tandus”. Hal
apakah yang membuat jemaat Kristen pada zaman gereja mula-mula begitu tegar
menghadapi tantangan yang sangat berat? Sebelum membahas persoalan tersebut,
terlebih dahulu saya memberikan uraian profil tujuh jemaat alamat Kitab Wahyu.
B. Tujuh Surat kepada Tujuh Jemaat
Diragukan bahwa
Kitab Wahyu hanya ditujukan kepada tujuh jemaat. Hal ini dipengaruhi oleh
kemunculan angka tujuh yang sering sekali dalam Kitab Wahyu sehingga tidak
boleh ditafsirkan secara harafiah. Ketujuh jemaat tersebut adalah Efesus,
Smirna, Pargamus, Tiatira, Sardis, Filadelfia, dan Laodikia (1:11). Rute di
mana jemaat itu berada berbentuk oval. Yang menguatkan bahwa kitab ini tidak
ditujukan kepada hanya tujuh jemaat sebab jemaat Kolose dan Hierapolis (Kol.
4:14) yang ada didekat Laodikia diabaikan. Kurang lebih 70 mil di sebelah utara
Pargamus terdapat jemaat Troas di mana Paulus pernah berkhotbah (Kis. 20:5-12;
2 Kor. 2:12) pun tidak masuk dalam daftar ini.
Lalu apa artinya?
Angka tujuh melambangkan kegenapan atau kelengkapan, maka tujuh jemaat
“mewakili jemaat universal; ketujuh surat ini dialamatkan ke setiap tempat di
mana umat Allah berkumpul untuk beribadah, bersekutu, dan melayani. Angka tujuh
jangan ditafsirkan secara absolut tetapi lebih sebagai simbol yang berarti
lengkap”.
Pertanyaan
berikut berhubungan dengan ketujuh surat adalah apakah Yohanes mengirim surat
kepada tujuh jemaat tersebut dengan masing-masing satu surat? Ada anggapan yang
mengatakan bahwa ketujuh surat tersebut dahulu ditulis secara terpisah sebelum
akhirnya disatukan dan disusun hingga mencapai bentuk akhirnya seperti sekarang
ini. Pendapat ini tidak bisa diterima sebab beberapa pertimbangan berikut ini:[2]
1. Meski ditujukan kepada jemaat dan pribadi,
surat-surat itu menjadi bagian seluruh jemaat (Bandingkan dengan surat-surat
umum yang ditujukan kepada jemaat universal)
2. Perintah Tuhan kepada Yohanes untuk menulis
di pasal 1 merupakan introduksi bagi ketujuh surat tersebut
3. Perintah Tuhan kepada Yohanes adalah bukan
hanya menulis surat tetapi menulis sebuah kitab dan mengirimkannya kepada
jemaat (1:11)
4.
Kitab Wahyu merupakan satu kesatuan. Janji Allah dinyatakan kepada semua
jemaat (lih. 2:7, 11, 17, 26; 3:5, 12, 21; 22:12-13).
Persoalan ini
akan semakin terang apabila dilihat dari sudut pandang penafsiran paralelisme
progresif yang mengungkapkan kesatuan kitab. Dua bagian utama saling melengkapi
satu sama lain dan tujuh seksi yang ada mengungkapkan peralihan dari
penglihatan ke penglihatan. Penglihatan tersebut semakin jelas dan terang pada
akhir setiap seksi bahkan keseluruhan Kitab Wahyu. Ajaran-ajaran dari ketujuh
paralel tersebut mengungkapkan satu kesatuan kitab dan tujuan yang sama,
menyatakan bahwa Kristus dan jemaat-Nya adalah pemenang, tidak terkalahkan oleh
si Iblis. Dalam surat kepada tujuh jemaat terdapat persamaan sbb:[3]
- Salam kepada masing-masing jemaat (2:1, 8, 12, 18; 3:1, 7, 14)
- Aspek penampakkan Tuhan kepada Yohanes di Pulau Patmos (2:1, 8, 12, 18; 3:1, 7, 14)
- Evaluasi kondisi kesehatan rohani jemaat (2:2-3, 9, 13, 19; 3:1, 8, 15)
- Kata-kata pujian atau teguran (2:4-6, 9, 14-15, 20; 3:1-4, 8-10, 16-17)
- Kata-kata peringatan (2:5, 10, 16, 21-25; 3:2-3, 11, 18-20)
- Janji bagi yang menang (2:7, 11, 17, 26-28; 3:5, 12, 21)
- Perintah untuk mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat (2:7,11,17,29; 3:6, 13, 22)
Hal yang sangat
penting untuk kita fahami dari ketujuh jemaat tersebut adalah kelebihan dan
kekurangan masing-masing jemaat. Profil tujuh jemaat ini merupakan gambaran akan
gereja Kristen di zaman modern ini. Hal itu tidak bisa disangkal.
C. Perang dan Kemenangan
Kehadiran gereja
dalam dunia menghadirkan situasi yang tegang dan tidak bisa dielakkan. Apa yang
dialami gereja pada zaman ini – dianiaya, digusur, diusir dari tempatnya,
dilecehkan, dll – telah dimulai sejak gereja mula-mula. Kekristenan tidak
menjamin ketentraman selama masih dalam dunia ini. Sebab orang Kristen pada
dasarnya adalah pendatang atau perantau atau musafir yang melewati dunia ini
dalam perjalanan panjangnya. Hal ini tidak aneh sebab dari awal sudah dikatakan
oleh Tuhan Yesus bahwa pengutusan-Nya adalah pengutusan yang berbahaya dengan
resiko yang cukup tinggi, “Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah
serigala” (Mat. 10:16, Luk. 10:3). Yesus telah
bersabda, “Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu
membenci Aku dari pada kamu” (Yoh. 15:18). Hal ini menunjukkan bahwa orang
Kristen pasti dibenci oleh dunia ini. Peristiwa yang dialami oleh gereja
mula-mula tepat benar dengan apa yang Tuhan Yesus telah sabdakan.
Kitab Wahyu
bercerita tentang perlawanan yang dihadapi oleh orang Kristen dari orang-orang
duniawi. Perwananan di antara kedua belah pihak pertama-tama ditandai oleh
gambaran-gambaran yang berkontras satu sama lain: Kristus-Iblis, terang-gelap,
kehidupan-kematian, kasih-kebencian, sorga-neraka. Kontras di antara kedua
kutub ini memenuhi seluruh Kitab Wahyu.[4]
Kehendak Allah
dinyatakan kepada Anak di otoritas dilimpahkan kepada Anak untuk melakukan
kehendak-Nya (1:1). Di pihak lain Iblis memberikan otoritas kepada binatang
yang keluar dari dalam laut (13:2). Yesus duduk di atas takhta-Nya (3:21)
demikian pula dengan Iblis (2:13; 16:10). Dalam pasal 12 terlihat seorang
perempuan yang berselubungkan matahari dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah
mahkota dari dari dia belas bintang di atas kepalanya. Perempuan itu hendak
melahirkan dan seekor naga merah padam besar hendak menelan Anak yang dilahirkan
itu. Akan tetapi perempuan itu melarikan
bayinya ke padang gurun untuk menyelamatkannya. Naga itu tidak sendirian, ia
dibantu oleh binatang yang keluar dari dalam laut dan oleh binatang yang keluar
dari dalam bumi (psl. 13).
Di tempat lain kita menyaksikan bahwa Iblis, binatang,
dan nabi palsu dilempar ke dalam lautan api untuk mengalami penyiksaan
selama-lamanya (20:10, 14). Yesus memegang kunci maut dan kerajaan maut (1:18),
dan Iblis memegang anak kunci lobang jurang maut (9:1). Tetapi Yesus akan
menang secara mutlak sedangkan Iblis beserta para pengikutnya akan dihukum.
Kontras lain dapat kita lihat: orang percaya menerima
tanda tertentu dan memakai nama Anak Domba dan Bapa pada dahi mereka (14:1),
sedangkan orang yang tidak percaya memakai angka 666 sebagai nama dari binatang
itu (13:17-18). Dalam jemaat di Efesus kita juga dapat melihat perlawanan
antara rasul Tuhan dan rasul palsu (2:2). Ada pula peperangan antara Mikhael
dan malaikat-malaikatnya melawan naga yang dibantu juga oleh
malaikat-malaikatnya (12:7-9). Dan pada akhirnya Kristus mendapatkan
kemenangannya yang mengalahkan balatentara Iblis beserta pengkut-pengikutnya
(19:11-12).
D. Kesimpulan
Kitab Wahyu memberikan kepada kita gambaran perjalanan gereja
Tuhan dalam dunia ini, menyangkut apa yang telah terjadi, apa yang sedang, dan
apa yang akan selalu dihadapi gereja. Gereja akan mengalami penganiayaan dan
penderitaan tetapi akan memperoleh kemenangan. Gereja harus berjuang pula dan
tentunya tidak berjuang sendiri. Mereka berperang bersama dengan Kristus
sebagai panglima perang dan yang memimpin perang.
Gereja pada zaman ini penting untuk mempelajari Kitab Wahyu dengan lebih tekun sebab Kitab Wahyu memberikan gambaran perjalanan yang harus dialami oleh gereja dan menyatakan kemenangan yang pasti didapatkan gereja. Kepastian kemenangan ini tentunya akan memberikan penghiburan yang sejati sebab kemenangan itu adalah kemenangan bersama dengan Kristus. Perjuangan orang percaya sungguh berat tetapi mereka pasti menang dan akan memperoleh mahkota kehidupan bahkan mereka “lebih dari pemenang” (Rm. 8:37).
[1]
Penjelasan detail tentang hubungan kekristenan dengan kedua kubu ini, lihat
Tertius Yunias Lantigimo, “Kitab Wahyu: Sebuah Kajian Sosial” dalam Apokaliptik: Kumpulan Karangan Simposium
Ikatan Sarjanan Biblika Indonesia 2006 (Jakarta: LAI, 2007), hlm. 88-101
[2]
Kistemaker, 116-117
[3]
Kistemaker, Tafsiran Kitab Wahyu, hlm. 10, bdk Hendriksen, Lebih dari
Pemenang, hlm. 66
[4]
Kistemaker, hlm. 6-7